Senin, 17 Mei 2010

Masalah Kepemimpinan

Dalam setiap organisasi jelas dibutuhkan kepemimpinan yang efektif sehingga tujuan dan sasaran dari organisasi tersebut dapat tercapai. Untuk memahami masalah kepemimpinan ini tidak ada salahnya kita mencoba kembali membuka ingatan tentang makna kepemimpinan.
Pengertian kepemimpinan sering disamaratakan dengan istilah pimpinan. Secara sederhana pemimpin atau pimpinan adalah orang yang secara sah mempunyai kewenangan memimpin organisasi. Pemimpin dan Kepemimpinan merupakan suatu kesatuan kata yang tidak dapat dipisahkan secara struktural maupun fungsional. Pemimpin diartikan sebagai figur sentral yang mempersatukan kelompok, atau juga individu yang memiliki program/rencana dan bersama anggota kelompok bergerak untuk mencapai tujuan dengan cara yang pasti. Sedangkan Kepemimpinan diartikan sebagai suatu kemampuan meng-handel orang lain untuk memperoleh hasil yang maksimal dengan friksi sesedikit mungkin dan kerja sama yang besar, kepemimpinan merupakan kekuatan semangat/moral yang kreatif dan terarah. Dan menurut Brown (1936) berpendapat bahwa pemimpin tidak dapat dipisahkan dari kelompok, akan tetapi boleh dipandang sebagai suatu posisi dengan potensi tinggi di lapangan. Dalam hal sama, Krech dan Crutchfield memandang bahwa dengan kebaikan dari posisinya yang khusus dalam kelompok ia berperan sebagai agen primer untuk penentuan struktur kelompok, suasana kelompok, tujuan kelompok, ideologi kelompok, dan aktivitas kelompok.

Dalam proses kepemimpinan tidak dapat dilepaskan dalam pelaksanaannya dari gaya kepemimpinan. Setiap pemimpin mempunyai gaya (style) yang karateristiknya bisa berbeda antara satu pemimpin dengan yang lain. Seorang pemimpin bisa jadi mempunya banyak gaya dalam menjalankan misi kepemimpinannya, namun demikian ada gaya dominan yang seringkali diaktualisasikan pemimpin dalam mengendalikan organisasinya.

• Gaya Otokratik : Pemimpin mengambil keputusan dengan bertindak sendiri, hanya memberitahukan kepada bawahannya (staf) tanpa mau mendengar pendapatnya, karena bawahannya hanya dianggap pelaksana sehingga tidak dilibatkan sama sekali dalam proses pengambilan keputusan. Pemimpin otokratik biasanya hanya berorientasi pada kekuasaan bukan relasional. Oleh karenanya, pemimpin dengan gaya otokratik biasanya tidak didambakan oleh bawahannya karena dalam mengendalikan organisasi unsur kemanusiaan seringkali diabaikan.
• Gaya Paternaistik : Karakternya seperti hubungan antara bapak dengan anak, sehingga dalam pengambilan keputusan dilakukan sendiri baru kemudian disampaikan kepada bawahan(staf) tanpa melibatkan dalam pengambilan keputusan. Dalam proses menjalankan fungsi kepemimpinannya biasanya bertindak atas dasar pemikiran tentang pemenuhan kebutuhan fisik para bawahannya. Orientasi kepemimpinan paternalistic adalah penyelesaian tugas sebaik-baiknya dan terpeliharanya hubungan baik antara atasan dengan para bawahannya sebagaimana hubungan bapak dengan anaknya.
• Gaya Kharismatik : Tipe kharismatik memandang kepemimpinan sebagai keseimbangan antara pelaksanaan tugas dan pemeliharaan hubungan dengan para bawahan. Pemeliharaan hubungan didasarkan pada hubungan relasional dan bukan berorientasi kekuasaan, walaupun dia memilikinya.
• Gaya Laissez Faire : berorientasi dengan menitikberatkan pada keseimbangan antara atasan bawahan dari pelaksanaan tugas. Dasar pemikirannya adalah bahwa jika dalam organisasi terdapat hubungan yang baik antara seorang pemimpin dengan para bawahan, diharapkan bawahan akan terdorong untuk menyelesaikan tugas-tugas yang diberikan kepadanya secara bertanggung jawab.
• Gaya Liberal : Kepemimpinan dengan gaya liberal dalam mempengaruhi orang lain untuk mencapai tujuan yang ditetapkan lebih banyak dilakukan dengan pendelegasian tugas yang diberikan atasan kepada bawahannya. Pendelegasian tugas bisa diartikan disamping sebagai pembagian tugas juga sebagai bentuk kepercayaan atasan kepada bawahan atas kemampuan bawahannya menjalankan dan menyelesaikan tugas.
• Gaya Demokratis : Banyak pendapat bahwa gaya kepemimpinan demokratis dipandang sebagai gaya kepemimpinan paling ideal, walaupun tidak ada yang menjamin bahwa organisasi akan berjalan mulus tanpa hambatan. Pada umumnya pemimpin menyadari bahwa ada biaya yang harus ditanggung organisasi dengan adanya kepemimpinan yang demokratik. Gaya demokratis tergambar dari tindakan yang diambil pemimpin dengan mengikutsertakan para bawahannya dalam seluruh proses pengambilan keputusan.


Yang menjadi pertanyaan adalah tipe kepemimpinan apa yang cocok untuk organisasi kita???untuk menjawabnya kita perlu tahu situasi, kondisi dan karateristik organisasi kita seperti apa??

Dalam perjalanannya, organisasi dihadapkan pada berbagai situasi dan kondisi dalam mencapai tujuan/sasaran. Sehingga dalam mengendalikan organisasi pemimpin seyogyanya senantiasa memperhatikan bagaimana proses pengaruh mempengaruhi terjadi di dalam organisasinya.
*artikel dari berbagai sumber.

Sejarah Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah


Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah


Kelahiran IMM tidak lepas kaitannya dengan sejarah perjalanan Muhammadiyah, dan juga bisa dianggap sejalan dengan faktor kelahiran Muhammadiyah itu sendiri. Hal ini berarti bahwa setiap hal yang dilakukan Muhammadiyah merupakan perwujudan dari keinginan Muhammadiyah untuk memenuhi cita-cita sesuai dengan kehendak Muhammadiyah dilahirkan.
Di samping itu, kelahiran IMM juga merupakan respond atas persoalan-persoalan keummatan dalam sejarah bangsa ini pada awal kelahiran IMM, sehingga kehadiran IMM sebenarnya merupakan sebuah keha-rusan sejarah. Faktor-faktor problematis dalam persoalan keummatan itu antara lain ialah sebagai berikut (Farid Fathoni, 1990: 102) :
1. Situasi kehidupan bangsa yang tidak stabil, pemerintahan yang otoriter dan serba tunggal, serta adanya ancaman komunisme di Indonesia
2. Terpecah-belahnya umat Islam dalam bentuk saling curiga dan fitnah, serta kehidupan politik ummat Islam yang semakin buruk
3. Terbingkai-bingkainya kehidupan kampus (mahasiswa) yang berorientasi pada kepentingan politik praktis
4. Melemahnya kehidupan beragama dalam bentuk merosotnya akhlak, dan semakin tumbuhnya materialisme-individualisme
5. Sedikitnya pembinaan dan pendidikan agama dalam kampus, serta masih kuatnya suasana kehidupan kampus yang sekuler
6. Masih membekasnya ketertindasan imperialisme penjajahan dalam bentuk keterbelakangan, kebodohan, dan kemiskinan
7. Masih banyaknya praktek-praktek kehidupan yang serba bid'ah, khurafat, bahkan ke-syirik-an, serta semakin meningkatnya misionaris-Kristenisasi
8. Kehidupan ekonomi, sosial, dan politik yang semakin memburuk
Dengan latar belakang tersebut, sesungguhnya semangat untuk mewadahi dan membina mahasiswa dari kalangan Muhammadiyah telah dimulai sejak lama. Semangat tersebut sebenarnya telah tumbuh dengan adanya keinginan untuk mendirikan perguruan tinggi Muhammadiyah pada Kongres Seperempat Abad Muhammadiyah di Betawi Jakarta pada tahun 1936. Pada saat itu, Pimpinan Pusat Muhammadiyah diketuai oleh KH. Hisyam (periode 1934-1937). Keinginan tersebut sangat logis dan realistis, karena keluarga besar Muhammadiyah semakin banyak dengan putera-puterinya yang sedang dalam penyelesaian pendidikan menengahnya. Di samping itu, Muhammadiyah juga sudah banyak memiliki amal usaha pendidikan tingkat menengah.
Gagasan pembinaan kader di lingkungan maha-siswa dalam bentuk penghimpunan dan pembinaan langsung adalah selaras dengan kehendak pendiri Muhammadiyah, KHA. Dahlan, yang berpesan bahwa "dari kalian nanti akan ada yang jadi dokter, meester, insinyur, tetapi kembalilah kepada Muhammadiyah" (Suara Muhammadiyah, nomor 6 tahun ke-68, Maret II 1988, halaman 19). Dengan demikian, sejak awal Muhammadiyah sudah memikirkan bahwa kader-kader muda yang profesional harus memiliki dasar keislaman yang tangguh dengan kembali ke Muhammadiyah.
Namun demikian, gagasan untuk menghimpun dan membina mahasiswa di lingkungan Muhammadiyah cenderung terabaikan, lantaran Muhammadiyah sendiri belum memiliki perguruan tinggi. Belum mendesaknya pembentukan wadah kader di lingkungan mahasiswa Muhammadiyah saat itu juga karena saat itu jumlah mahasiswa yang ada di lingkungan Muhammadiyah belum terlalu banyak. Dengan demikian, pembinaan kader mahasiswa Muhammadiyah dilakukan melalui wadah Pemuda Muhammadiyah (1932) untuk mahasiswa putera dan melalui Nasyi'atul Aisyiyah (1931) untuk mahasiswa puteri.
Pada Muktamar Muhammadiyah ke-31 pada tahun 1950 di Yogyakarta, dihembuskan kembali keinginan untuk mendirikan perguruan tinggi Muhammadiyah. Namun karena berbagai macam hal, keinginan tersebut belum bisa diwujudkan, sehingga gagasan untuk dapat secara langsung membina dan menghimpun para mahasiswa dari kalangan Muhammadiyah tidak berhasil. Dengan demikian, keinginan untuk membentuk wadah bagi mahasiswa Muhammadiyah juga masih jauh dari kenyataan.
Pada Muktamar Muhammadiyah ke-33 tahun 1956 di Palembang, gagasan pendirian perguruan tinggi Muhammadiyah baru bisa direalisasikan. Namun gagasan untuk mewadahi mahasiswa Muhammadiyah dalam satu himpunan belum bisa diwujudkan. Untuk mewadahi pembinaan terhadap mahasiswa dari kalangan Muhammadiyah, maka Muhammadiyah membentuk Badan Pendidikan Kader (BPK) yang dalam menjalankan aktivitasnya bekerja sama dengan Pemuda Muhammadiyah.
Gagasan untuk mewadahi mahasiswa dari ka-langan Muhammadiyah dalam satu himpunan setidaknya telah menjadi polemik di lingkungan Muhammadiyah sejak lama. Perdebatan seputar kelahiran Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah berlangsung cukup sengit, baik di kalangan Muhammadiyah sendiri maupun di kalangan gerakan mahasiswa yang lain. Setidaknya, kelahiran IMM sebagai wadah bagi mahasiswa Muhammadiyah mendapatkan resistensi, baik dari kalangan Muhammadiyah sendiri maupun dari kalangan gerakan mahasiswa yang lain, terutama Himpunan Mahasiswa Islam (HMI). Di kalangan Muhammadiyah sendiri pada awal munculnya gagasan pendirian IMM terdapat anggapan bahwa IMM belum dibutuhkan kehadirannya dalam Muhammadiyah, karena Pemuda Muhammadiyah dan Nasyi'atul Aisyiyah masih dianggap cukup mampu untuk mewadahi mahasiswa dari kalangan Muhammadiyah.
Di samping itu, resistensi terhadap ide kelahiran IMM pada awalnya juga disebabkan adanya hubungan dekat yang tidak kentara antara Muhammadiyah dengan Himpunan Mahasiswa Islam (HMI). Hubungan dekat itu dapat dilihat ketika Lafrane Pane mau menjajagi pendirian HMI. Dia bertukar pikiran dengan Prof. Abdul Kahar Mudzakir (tokoh Muhammadiyah), dan beliau setuju. Pendiri HMI yang lain ialah Maisarah Hilal (cucu KHA. Dahlan) yang juga seorang aktifis di Nasyi'atul Aisyiyah.
Bila asumsi itu benar adanya, maka hubungan dekat itu selanjutnya sangat mempengaruhi perjalanan IMM, karena dengan demikian Muhammadiyah saat itu beranggapan bahwa pembinaan dan pengkaderan mahasiswa Muhammadiyah bisa dititipkan melalui HMI (Farid Fathoni, 1990: 94). Pengaruh hubungan dekat tersebut sangat besar bagi kelahiran IMM. Hal ini bisa dilihat dari perdebatan tentang kelahiran IMM. Pimpinan Muhammadiyah di tingkat lokal seringkali menganggap bahwa kelahiran IMM saat itu tidak diperlukan, karena sudah terwadahi dalam Pemuda Muhammadiyah dan Nasyi'atul Aisyiyah, serta HMI yang sudah cukup eksis (dan mempunyai pandangan ideologis yang sama). Pimpinan Muhammadiyah pada saat itu lebih menganakemaskan HMI daripada IMM. Hal ini terlihat jelas dengan banyaknya pimpinan Muhammadiyah, baik secara pribadi maupun kelembagaan, yang memberikan dukungan pada aktivitas HMI. Di kalangan Pemuda Muhammadiyah juga terjadi perdebatan yang cukup sengit seputar kelahiran IMM. Perdebatan seputar kelahiran IMM tersebut cukup beralasan, karena sebagian pimpinan (baik di Muhammadiyah, Pemuda Muhammadiyah, Nasyi'atul Aisyiyah, serta amal-amal usaha Muhammadiyah) adalah kader-kader yang dibesarkan di HMI.
Setelah mengalami polemik yang cukup serius tentang gagasan untuk mendirikan IMM, maka pada tahun 1956 polemik tersebut mulai mengalami pengendapan. Tahun 1956 bisa disebut sebagai tahap awal bagi embrio operasional pendirian IMM dalam bentuk pemenuhan gagasan penghimpun wadah mahasiswa di lingkungan Muhammadiyah (Farid Fathoni, 1990: 98). Pertama, pada tahun itu (1956) Muham-madiyah secara formal membentuk kader terlembaga (yaitu BPK). Kedua, Muhammadiyah pada tahun itu telah bertekad untuk kembali pada identitasnya sebagai gerakan Islam dakwah amar ma'ruf nahi munkar (tiga tahun sesudahnya, 1959, dikukuhkan dengan melepas-kan diri dari komitmen politik dengan Masyumi, yang berarti bahwa Muhammadiyah tidak harus mengakui bahwa satu-satunya organisasi mahasiswa Islam di Indonesia adalah HMI). Ketiga, perguruan tinggi Muham-madiyah telah banyak didirikan. Keempat, keputusan Muktamar Muhammadiyah bersamaan Pemuda Muhammadiyah tahun 1956 di Palembang tentang "..... menghimpun pelajar dan mahasiswa Muhammadiyah agar kelak menjadi pemuda Muhammadiyah atau warga Muhammadiyah yang mampu mengembangkan amanah."
Baru pada tahun 1961 (menjelang Muktamar Muhammadiyah Setengah Abad di Jakarta) diseleng-garakan Kongres Mahasiswa Universitas Muham-madiyah di Yogyakarta (saat itu, Muhammadiyah sudah mempunyai perguruan tinggi Muhammadiyah sebelas buah yang tersebar di berbagai kota). Pada saat itulah, gagasan untuk mendirikan IMM digulirkan sekuat-kuatnya. Keinginan tersebut ternyata tidak hanya dari mahasiswa Universitas Muhammadiyah, tetapi juga dari kalangan mahasiswa di berbagai universitas non-Muhammadiyah. Keinginan kuat tersebut tercermin dari tindakan para tokoh Pemuda Muhammadiyah untuk melepaskan Departemen Kemahasiswaan di lingkungan Pemuda Muhammadiyah untuk berdiri sendiri. Oleh karena itu, lahirlah Lembaga Dakwah Muhammadiyah yang dikoordinasikan oleh Margono (UGM, Ir.), Sudibyo Markus (UGM, dr.), Rosyad Saleh (IAIN, Drs.), sedang-kan ide pembentukannya dari Djazman al-Kindi (UGM, Drs.).
Tahun 1963 dilakukan penjajagan untuk mendirikan wadah mahasiswa Muhammadiyah secara resmi oleh Lembaga Dakwah Muhammadiyah dengan disponsori oleh Djasman al-Kindi yang saat itu menjabat sebagai Sekretaris Pimpinan Pusat Pemuda Muhammadiyah. Dengan demikian, Lembaga Dakwah Muhammadiyah (yang banyak dimotori oleh para mahasiswa Yogyakarta) inilah yang menjadi embrio lahirnya IMM dengan terbentuknya IMM Lokal Yogyakarta.
Tiga bulan setelah penjajagan tersebut, Pimpinan Pusat Muhammadiyah meresmikan berdirinya Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) pada tanggal 29 Syawal 1384 Hijriyah atau 14 Maret 1964 Miladiyah. Penandatanganan Piagam Pendirian Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah dilakukan oleh Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah saat itu, yaitu KHA. Badawi. Resepsi peresmian IMM dilaksanakan di Gedung Dinoto Yogyakarta dengan penandatanganan ‘Enam Pene-gasan IMM' oleh KHA. Badawi, yaitu :
1. Menegaskan bahwa IMM adalah gerakan mahasiswa Islam
2. Menegaskan bahwa Kepribadian Muhammadiyah adalah landasan perjuangan IMM
3. Menegaskan bahwa fungsi IMM adalah eksponen mahasiswa dalam Muhammadiyah
4. Menegaskan bahwa IMM adalah organisasi maha-siswa yang sah dengan mengindahkan segala hukum, undang-undang, peraturan, serta dasar dan falsafah negara
5. Menegaskan bahwa ilmu adalah amaliah dan amal adalah ilmiah
6. Menegaskan bahwa amal IMM adalah lillahi ta'ala dan senantiasa diabdikan untuk kepentingan rakyat
Tujuan akhir kehadiran Ikatan Mahasiswa Muham-madiyah untuk pertama kalinya ialah membentuk akademisi Islam dalam rangka melaksanakan tujuan Muhammadiyah. Sedangkan aktifitas IMM pada awal kehadirannya yang paling menonjol ialah kegiatan keagamaan dan pengkaderan, sehingga seringkali IMM pada awal kelahirannya disebut sebagai Kelompok Pengajian Mahasiswa Yogya (Farid Fathoni, 1990: 102).
Adapun maksud didirikannya Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah antara lain adalah sebagai berikut :
1. Turut memelihara martabat dan membela kejayaan bangsa
2. Menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam
3. Sebagai upaya menopang, melangsungkan, dan meneruskan cita-cita pendirian Muhammadiyah
4. Sebagai pelopor, pelangsung, dan penyempurna amal usaha Muhammadiyah
5. Membina, meningkatkan, dan memadukan iman dan ilmu serta amal dalam kehidupan bangsa, ummat, dan persyarikatan
Dengan berdirinya IMM Lokal Yogyakarta, maka berdiri pulalah IMM lokal di beberapa kota lain di Indonesia, seperti Bandung, Jember, Surakarta, Jakarta, Medan, Padang, Tuban, Sukabumi, Banjarmasin, dan lain-lain. Dengan demikian, mengingat semakin besarnya arus perkembangan IMM di hampir seluruh kota-kota universitas, maka dipandang perlu untuk meningkatkan IMM dari organisasi di tingkat lokal menjadi organisasi yang berskala nasional dan mempunyai struktur vertikal.
Atas prakarsa Pimpinan IMM Yogyakarta, maka bersamaan dengan Musyawarah IMM se-Daerah Yogyakarta pada tanggal 11 - 13 Desember 1964 diselenggarakan Musyawarah Nasional Pendahuluan IMM seluruh Indonesia yang dihadiri oleh hampir seluruh Pimpinan IMM Lokal dari berbagai kota. Musyawarah Nasional tersebut bertujuan untuk mempersiapkan kemungkinan diselenggarakannya Musyawarah Nasional Pertama Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah pada bulan April atau Mei 1965. Musyawarah Nasional Pendahuluan tersebut menyepakati penunjukan Pimpinan IMM Yogyakarta sebagai Dewan Pimpinan Pusat Sementara IMM (dengan Djazman al-Kindi sebagai Ketua dan Rosyad Saleh sebagai Sekretaris) sampai diselenggarakannya Musyawarah Nasional Pertama di Solo. Dalam Musyawarah Pendahuluan tersebut juga disahkan asas IMM yang tersusun dalam ‘Enam Penegasan IMM', Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga IMM, Gerak Arah IMM, serta berbagai konsep lainnya, termasuk lambang IMM, rancangan kerja, bentuk kegiatan, dan lain-lain.

Minggu, 16 Mei 2010

Pentingnya Minum Air yang Cukup Setiap Hari

Air merupakan salah satu kebutuhan penting bagi mahluk hidup. Tanpa air manusia hanya bisa bertahan hidup selama 9-10 hari, sedangkan tanpa makanan manusia bisa bertahan hidup selama 45-65 hari. Walaupun demikian seringkali kita meremehkan asupan air ini, terbukti dari hasil penelitian yang dilakukan oleh The Indonesian Regional Hydration Study (THIRST) 2009 yang menunjukkan bahwa sebanyak 46,1 % penduduk mengalami dehidrasi ringan, hal itu diungkapkan oleh Ketua Penelitian THIRST, Prof.Dr.Ir Hardinsyah. Penelitian ini juga menunjukkan bahwa jumlah persentase dehidrasi ringan pada remaja lebih tinggi dibandingkan pada orang dewasa.

Penelitian THIRST 2009 ini merupakan hasil kerjasama 3 perguruan tinggi di Indonesia, yaitu : Fakultas Ekologi Manusia ITB Bogor, Fakultas Kesehatan Masyarakat UNAIR serta pasca sarjana Fakultas Kesehatan Masyarakat UNHAS. Penelitian ini dilakukan pada tahun 2009 dengan mengambil sampel 1200 orang pada 4 lokasi yang berbeda di Indonesia, yaitu di DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Timur & Sulawesi Selatan.

Komposisi manusia dewasa sekitar 60-70 % terdiri dari air, sementara pada bayi hampir 80 % tubuhnya terdiri dari air, dan pada janin bahkan lebih dari 90 % tubuhnya terdiri dari air. Air dibutuhkan oleh semua bagian tubuh manusia untuk dapat melakukan aktivitasnya. Guna air bagi tubuh antara lain sebagai : bahan pembentukan sel, bahan pembawa, pengatur suhu, pelarut, pereaksi, pelumas & sebagai bantalan/adsorber.

Jumlah air yang dibutuhkan oleh tubuh sangat bervariasi, tergantung dari jenis makanan yang dikonsumsi, suhu & kelembaban lingkungan, tingkat aktivitas tubuh, jenis kelamin, serta usia & kondisi tubuh. Kira-kira tubuh memerlukan sekitar 2 - 2,5 liter air perhari, jumlah kebutuhan air ini sudah termasuk asupan dari air minum & makanan.

Tubuh manusia mempunyai mekanisme dalam mempertahankan keseimbangan asupan air ini, salah satunya adalah melalui rasa haus. Rasa haus merupakan mekanisme alami dalam mempertahankan asupan air dalam tubuh & merupakan petunjuk bahwa tubuh sedang mengalami dehidrasi (kehilangan cairan tubuh). Ketika tubuh merasa haus (biasanya terasa di bagian lidah) maka sebenarnya tubuh sedang memberikan sinyal karena mengalami defisit cairan.

Sangat penting bagi kita untuk minum air sebelum merasa haus supaya keseimbangan cairan tubuh tetap terjaga. Di Indonesia sendiri, di dalam pedoman umum gizi seimbang yang dikeluarkan oleh Depkes dianjurkan supaya kita mengkonsumsi air minum minimal 2 liter atau 8 gelas sehari untuk memenuhi kebutuhan cairan dan menjaga kesehatan.

Cara mudah untuk mengetahui status hidrasi (keseimbangan cairan tubuh) kita adalah dengan mencek warna urin yang dikeluarkan. Bila urin yang dikeluarkan berwarna kuning pucat & tidak berbau maka menunjukkan status hidrasi yang baik. Sedangkan apabila urin berwarna oranye kuning dengan bau yang menyengat, maka hal ini menunjukkan bahwa tubuh perlu asupan air lebih banyak agar tidak mengalami dehidrasi.

Dehidrasi dapat terjadi akibat tubuh kehilangan air lebih banyak dibadingkan dengan asupannya. Namun dehidrasi juga dapat berkaitan dengan kadar garam mineral (terutama natrium dan kalium) dalam tubuh. Dehidrasi dapat disebabkan oleh muntah, diare, demam, penggunaan obat yang mengakibatkan banyak kencing, keringat berlebih karena cuaca panas dll.

Dehidrasi ditunjukkan dengan tanda-tanda : rasa haus, air seni sedikit dan pekat, jumlah keringat sedikit, mulut kering, tubuh lemas, hingga kulit yang kehilangan kekenyalannya. Dehidrasi juga dapat menyebabkan turunnya tekanan darah sehingga muncul rasa pusing ketika berdiri. Jika dehidrasi semakin tinggi dapat memicu penurunan kesadaran hingga kerusakan otak, karena otak adalah organ yang paling sensitif terhadap kekurangan air.

Tidak minum cukup air dalam jangka panjang dapat menyebabkan terjadinya tekanan darah yang meninggi, peredaran darah memburuk, pencernaan terganggu, fungsi ginjal rusak, meningkatnya resiko untuk terbentuknya batu di ginjal dan juga resiko untuk mengalami infeksi saluran kencing.

Oleh karena itu penting bagi kita untuk minum air yang cukup setiap hari. Karena dengan minum air yang cukup secara teratur dapat mencegah terjadinya dehidrasi sehingga kesehatan tubuh akan lebih baik dan juga meningkatkan kemampuan fisik dan mental yang lebih baik lagi.

source : http://medicastore.com/seminar/102/Pentingnya_Minum_Air_yang_Cukup_Setiap_Hari.html

Insomia

Insomnia atau susah tidur diartikan sebagai persepsi atau keluhan atas berkurangnya waktu tidur dengan gejala-gejala sebagai berikut : kesulitan untuk tidur, terjaga dari tidur berulang kali dengan kesulitan untuk tidur kembali, terjaga dari tidur terlalu dini atau tidur yang tidak memulihkan/menyegarkan serta telah berlangsung setidaknya selama satu bulan.

Insomnia sendiri berdampak merugikan karena dapat menyebabkan kurang maksimalnya pemanfaatan waktu di sepanjang hari sehingga menyebabkan turunnya produktivitas & kualitas hidup, meningkatnya absensi di pekerjaan & kecelakaan kerja, serta dapat menimbulkan gangguan fisik & psikiatrik. Demikian diungkapkan oleh Dr.dr. Nurmiati Amir, SpKJ (K) dalam press conference pada acara Konferensi Nasional III Psikoterapi 2010, di Novotel Hotel, Sabtu 1 Mei 2010.

Dr. Nurmiati juga menambahkan bahwa untuk penanganan insomnia perlu dilakukan secara komprehensif, karena penyebab insomnia sendiri dapat berasal dari gangguan fisik atau psikologik. Menurut beliau, langkah pertama dalam penatalaksanaan insomnia adalah pemeriksaan pasien, baik secara fisik ataupun psikologik. Pemeriksaan fisik misalnya pemeriksaan penyakit tertentu seperti hipertensi, RA, gangguan hormonal dll. Sedangkan pemeriksaan psikologik misalnya depresi, ansietas, gangguan kepribadian dll. Apabila terdapat gangguan fisik, maka gangguan tersebut harus ditangani terlebih dahulu, baru kemudian terapi farmakologi dengan memberikan obat yang aman & tidak menimbulkan ketergantungan untuk mengatasi insomnia dapat diberikan. Selain terapi farmakologi, terapi non farmakologi seperti misalnya terapi tingkah laku (Cognitive Behavioral Therapy) dapat pula diberikan untuk dapat merubah prilaku & kognisi seseorang terkait dengan masalah tidur.

Tidur terutama pada malam hari sangat penting untuk kesehatan tubuh & hal tersebut tidak dapat digantikan oleh tidur pada waktu lain. Karena pada tidur malam hari metabolisme otak diperbaiki, neuron juga teraktifasi sehingga meningkatkan daya ingat & juga sistem kekebalan tubuh meningkat. Apabila mengalami insomnia maka dapat berakibat kurangnya konsentrasi, menurunnya daya ingat, menurunnya kemampuan berbahasa, timbulnya gangguan psikiatrik (depresi,ansietas dll) serta gangguan kesehatan lain.

Di Indonesia sendiri, prevalensi penderita insomnia diperkirakan mencapai 10 %, yang artinya dari total 238 juta penduduk Indonesia, sekitar 23 juta jiwa diantaranya menderita insomnia, baik untuk jenis insomnia transien (kesulitan tidur <> 4 minggu). Tetapi karena kurang dianggap penting, maka banyak juga orang yang tidak menyadari dirinya mengalami kesulitan tidur atau kurang mencari pertolongan untuk mengatasi masalah tersebut.

Pada acara kemarin, Dr. Nurmiati juga menyebutkan bahwa tidur merupakan hal yang bersifat individual, dalam arti kebutuhan tiap orang untuk tidur yang berkualitas dapat berbeda-beda, jadi tidak dapat disama ratakan waktu tidur yang sama untuk tiap orang. Tetapi rata-rata kebutuhan tidur untuk orang dewasa antara 5-8 jam setiap harinya, sedangkan pada anak-anak lebih lama lagi & pada orang tua biasanya makin pendek. Salah satu ciri yang menandakan bahwa tidur yang kita alami merupakan tidur yang berkualitas adalah : adanya rasa segar di pagi hari & tidak mengantuk di siang hari.

source :http://medicastore.com/semina/108/Dampak_Insomnia_Terhadap_Kesehatan_Tubuh.html

ABADI PERJUANGAN....!!!!!

Saatnya untuk bergerak, bergerak untuk melakukan perubahan, jangan menganggap diri kalian itu lebih baikk dari yang lain, jangan terlalu puas atas perolehan yang kalian capai, semangat kawan, semangat untuk perubahan, ABADI PERJUANGAN !!!